bumi meminta izin kepada allah
KisahNabi Sulaiman yg meminta izin kepada allah untuk memberikan makan semua mahluk di bumi Maman apa yg terjadi.? Simak kisahnya di bawah ini. Jangan
Tidak ada satu hari pun yang berlalu melainkan laut meminta izin kepada Rabb-Nya untuk menenggelamkan Bani Adam." Sementara Allah SWT. berfirman: "Biarkanlah hamba-Ku. Aku lebih tahu tentang dirinya ketika Aku menciptakannya dari tanah. Andaikan ia hamba kalian, maka urusannya terserah kalian.
Padasuatu saat Malaikat maut meminta izin kepada Allah untuk turun ke bumi yang bertujuab untuk menjumai Nabi Idris. Kemudian Allah pun mengizinkannya. Pada saat malam itu, Nabi Idris kedatangan seorang pria yang membawakannya buah buahan yang sangat melimpah. Dia adalah malaikat maut yang menyamar.
Budayawan Sasak Lalu Putria mengklarifikasi tentang meminta izin kepada mahluk tidak terlihat sebelum Sirkuit Mandalika digunakan. ini mengatakan ITDC atau pemerintah seharusnya menggelar ritual adat "Nede Rahayu Ayuning Jagad" atau minta izin kepada Allah SWT untuk keselamatan bumi beserta isinya (jagat raya).
Karenaitu Prof Didin menjelaskan pada ayat 43 dan 44 surat Az Zumar manusia diperintahkan untuk hanya meminta pertolongan kepada Allah. Karena hanya Allah yang dapar memberikan pertolongan pada berbagai hal yang dibutuhkan manusia. Bahkan Allah menolong siapa pun yang memohon padanya kendati tidak memiliki sesuatu apapun.
Mein Mann Flirtet Ständig Mit Anderen Frauen. - Mendirikan salat lima waktu adalah salah satu rukun Islam yang wajib dikerjakan setiap muslim. Perintah salat adalah pilar agama Islam. Penjelasan mengenai kewajiban salat ini disampaikan dengan rinci, baik itu melalui nas Al-Quran maupun hadis. Berikut ini cuplikan ayat Al-Quran tentang perintah salat yang diperintahkan Allah SWT. Ibadah salat merupakan amalan utama dalam Islam. Berbeda dari ibadah lainnya yang disampaikan melalui wahyu Jibril, perintah salat diterima Nabi Muhammad SAW langsung dari Allah SWT. Perintah salat disampaikan ketika Nabi Muhammad SAW melakukan Isra dan Miraj, perjalanan dari Masjid Al-Aqsa hingga ke Sidratul Muntaha, bertemu langsung dengan Allah SWT. Di peristiwa monumental itulah, Allah SWT mewajibkan Rasulullah dan umatnya mendirikan salat lima waktu. Secara umum, salat yang didirikan umat Islam terdiri dari salat fardu salat wajib lima waktu dan salat sunah. Dalam Islam, salat merupakan bentuk ibadah penting dan dikerjakan setiap hari secara rutin. Secara definitif, ibadah salat adalah serangkaian gerakan dan ucapan tertentu yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Ibadah ini menjadi ibadah pertama yang dihisab di hari Kiamat, serta menjadi pembeda antara orang beriman dan orang kafir. Hal ini tergambar dalam sabda Nabi Muhammad SAW "Amalan seorang hamba yang paling pertama dihisab di hari Kiamat adalah salat, jika salatnya baik maka baik pula seluruh amalannya, dan jika salatnya rusak maka rusak pula seluruh amalannya," Thabarani. Dalam hadis lain, Rasulullah bersabda "Sesungguhnya batas antara seseorang dengan syirik dan kekafiran itu adalah meninggalkan salat,” Muslim Mengenai hikmah perintah salat sendiri, Allah SWT menyatakan bahwa salat merupakan penghalang perbuatan dosa. Barangsiapa yang rutin salat fardu dan sunah, serta menghayati maknanya, maka ia menjadi pengingat agar seorang hamba menjauhi perbuatan dosa. Hal ini tergambar dalam surah Al-Ankabut ayat 45 "Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab Al-Qur’an dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah salat adalah lebih besar keutamaannya daripada ibadah – ibadah yang lain. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan," QS. Al-Ankabut [29] 45. Ayat-ayat Al-Quran Tentang Perintah Sholat Berikut ini bacaan ayat-ayat Al-Quran tentang perintah salat, sebagaimana dikutip dari laman Kemenag. 1. QS. Al-Baqarah Ayat 238حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ Bacaan latinnya "Hāfiẓụ 'alaṣ-ṣalawāti waṣ-ṣalātil-wusṭā wa qụmụ lillāhi qānitīn"Artinya "Peliharalah semua salatmu, dan peliharalah salat wusthaa salat lima waktu. Berdirilah untuk Allah dalam salatmu dengan khusyu'," QS. Al-Baqarah [2] 238. 2. QS. An-Nur Ayat 58يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِيَسْتَأْذِنْكُمُ الَّذِينَ مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ وَالَّذِينَ لَمْ يَبْلُغُوا الْحُلُمَ مِنْكُمْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ۚ مِنْ قَبْلِ صَلَاةِ الْفَجْرِ وَحِينَ تَضَعُونَ ثِيَابَكُمْ مِنَ الظَّهِيرَةِ وَمِنْ بَعْدِ صَلَاةِ الْعِشَاءِ ۚ ثَلَاثُ عَوْرَاتٍ لَكُمْ ۚ لَيْسَ عَلَيْكُمْ وَلَا عَلَيْهِمْ جُنَاحٌ بَعْدَهُنَّ ۚ طَوَّافُونَ عَلَيْكُمْ بَعْضُكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ Bacaan latinnya "Yā ayyuhallażīna āmanụ liyasta`żingkumullażīna malakat aimānukum wallażīna lam yablugul-ḥuluma mingkum ṡalāṡa marrāt, ming qabli ṣalātil-fajri wa ḥīna taḍa'ụna ṡiyābakum minaẓ-ẓahīrati wa mim ba'di ṣalātil-'isyā`, ṡalāṡu 'aurātil lakum, laisa 'alaikum wa lā 'alaihim junāḥum ba'dahunn, ṭawwāfụna 'alaikum ba'ḍukum 'alā ba'ḍ, każālika yubayyinullāhu lakumul-āyāt, wallāhu 'alīmun hakīm""Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak lelaki dan wanita yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali dalam satu hari yaitu sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian luarmu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya'. Itulah tiga aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak pula atas mereka selain dari tiga waktu itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu ada keperluan kepada sebahagian yang lain. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana," QS. An-Nur [24] 58. 3. QS. Qaaf Ayat 39-40فَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الْغُرُوبِ Bacaan latinnya "Faashbir ala maa yaquuluuna wasabbih bihamdi rabbika qabla thuluu’isy-syamsi waqablal ghuruubi"Artinya "Maka bersabarlah engkau Muhammad terhadap apa yang mereka katakan dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu sebelum matahari terbit dan sebelum terbenam," QS. Qaaf [50] 39. وَمِنَ اللَّيْلِ فَسَبِّحْهُ وَأَدْبَارَ السُّجُودِ Bacaan latinnya "Waminallaili fasabbihhu wa-adbaarassujuudi"Artinya "Dan bertasbihlah kepada-Nya pada malam hari dan setiap selesai salat," QS. Qaaf [50] 40. 4. QS. Al-Isra' Ayat 78أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَىٰ غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ ۖ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا Bacaan latinnya "Aqimiṣ-ṣalāta lidulụkisy-syamsi ilā gasaqil-laili wa qur`ānal-fajr, inna qur`ānal-fajri kāna masy-huudaa"Artinya "Dirikanlah salat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan dirikanlah pula salat subuh. Sesungguhnya salat subuh itu disaksikan oleh malaikat," QS. Al-Isra [17] 78. 5. QS. Ar-Rum Ayat 17-18فَسُبْحَٰنَ ٱللَّهِ حِينَ تُمْسُونَ وَحِينَ تُصْبِحُونَ Bacaan latinnya "Fa sub-ḥānallāhi ḥīna tumsụna wa ḥīna tuṣbihuun"Artinya "Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang hari dan waktu kamu berada di waktu subuh," QS. Ar-Rum [30] 17. وَلَهُ ٱلْحَمْدُ فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَعَشِيًّا وَحِينَ تُظْهِرُونَ Bacaan latinnya "Wa lahul-ḥamdu fis-samāwāti wal-arḍi wa 'asyiyyaw wa ḥīna tuẓ-hiruun"Artinya "Dan bagi-Nya-lah segala puji di langit dan di bumi dan di waktu kamu berada pada petang hari dan di waktu kamu berada di waktu Zuhur," QS. Ar-Rum [30] 18. 6. QS. Hud Ayat 114وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ طَرَفَىِ ٱلنَّهَارِ وَزُلَفًا مِّنَ ٱلَّيْلِ ۚ إِنَّ ٱلْحَسَنَٰتِ يُذْهِبْنَ ٱلسَّيِّـَٔاتِ ۚ ذَٰلِكَ ذِكْرَىٰ لِلذَّٰكِرِينَ Bacaan latinnya "Wa aqimiṣ-ṣalāta ṭarafayin-nahāri wa zulafam minal-laīl, innal-ḥasanāti yuż-hibnas-sayyi`āt, żālika żikrā liż-żākirīn"Artinya "Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang pagi dan petang dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan dosa perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat," QS. Hud [11] 114. 7. QS. Al Bayyinah Ayat 5وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلْقَيِّمَةِ Bacaan latinnya "Wa mā umirū illā liya'budullāha mukhliṣīna lahud-dīna ḥunafā`a wa yuqīmuṣ-ṣalāta wa yu`tuz-zakāta wa żālika dīnul-qayyimah"Artinya "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus," QS. Al-Bayyinah [98] 5. 8. QS. An Nisa Ayat 103فَإِذَا قَضَيْتُمُ ٱلصَّلَوٰةَ فَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ قِيَٰمًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا ٱطْمَأْنَنتُمْ فَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ ۚ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتْ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ كِتَٰبًا مَّوْقُوتًا Bacaan latinnya "Fa iżā qaḍaitumuṣ-ṣalāta fażkurullāha qiyāmaw wa qu'ụdaw wa 'alā junụbikum, fa iżaṭma`nantum fa aqīmuṣ-ṣalāh, innaṣ-ṣalāta kānat 'alal-mu`minīna kitābam mauqụtā"Artinya "Maka apabila kamu telah menyelesaikan salatmu, ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah salat itu sebagaimana biasa. Sesungguhnya salat itu adalah fardu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman," QS. An-Nisa [4] 103.Baca juga Negara Kaya Mau Menang Sendiri, Kiamat Iklim Segera Terjadi Bagaimana Keadaan Manusia Saat Hari Kiamat dan Apa Dalilnya? - Sosial Budaya Penulis Abdul HadiEditor Addi M Idhom
SUDAH menjadi kelaziman bagi setiap Muslim apabila menjalin pergaulan dengan orang lain ialah hendaklah saling bersilaturahim. Salah satunya dengan berkenjung ke rumah. Alangkah lebih baik, ketika hendak berkunjung ke rumah mintalah izin terlebih dahulu atau mengetuk pintu lebih dulu. Meminta izin sebelum masuk rumah, ini adalah satu kewajiban yang merupakan ciri akhlak yang telah ditetapkan oleh Allah dalam al-Qur’an sebagaimana firman-Nya BACA JUGA 11 Cara Bertamu yang Baik dalam Islam “Wahai orang orang yang beriman janganlah kamu masuk ke dalam rumah yang bukan rumah kamu sehinggalah kamu meminta izin dan memberi salam ke atas ahli keluarga rurnah tersebut yang demikian itu adalah febih baik semoga kamu dapat mengambil peringatan,” QS. An-Nur 27. Lantas bagaimana cara kita meminta izin ketika bertamu atau berkunjung kerumah orang lain yang telah ditetapkan dalam Alquran. Mau tahu ini dia Dalam Alquran telah dijelaskan bahwa cara meminta izin ketika bertamu yang baik dengan memberi salam sebanyak tiga kali kepada yang punya rumah. Kenapa harus tiga kali? Sebab, dengan memberi salam tiga kali ini memberikan kesempatan kepada yang bertamu, siapa tahu yang punya rumah tidak terdengar kalau satu kali, saja! Nah, kalau kita sudah diberi izin masuk rumah, hendaklah masuk dengan baik. Dan seandainya tidak diberi izin, maka hendaklah pulang dengan cara yang baik tanpa ada prasangka yang buruk Suuzon kepada yang punya rumah. Karena mungkin pemilik rumah mempunyai sebab-sebab tertentu yang menyebabkan dia menolak kedatangan seseorang. BACA JUGA Muslim, Begini Adab Memuliakan Tamu dalam Islam Mengambil langkah untuk pulang ini memang disuruh oleh Allah SWT kepada hamba-Nya. Allah SWT berfirman, “Dan jika dikatakan kepadamu untuk pulang, maka hendaklah kamu pulang karena ini adalah sebijak bijak tindakan bagimu, dan Allah amat mengetahui dengan apa yang kamu lakukan,” QS. Al-Nur 28. Karenanya jadilah seorang tamu yang baik dan memiliki adab bertamu yang baik pula. Jikalau diberi izin untuk masuk, maka menjadilah seorang tamu yang baik yang tidak merepotkan yang punya rumah. Jangan mentang-mentang “tamu adalah raja” kita bisa berbuat semaunya. [] Referensi Adab Pergaulan Menurut Dalil Al-Quran Dan Al-Sunnah/ Dr. Rokiah Ahmad
HomeAgamaAir Laut 3 Kali Sehari Minta Izin Allah Musnahkan Manusia Dalam satu ceramah yang di sampaikan oleh Syekh Ali Jaber menyebutkan bahawasanya berikutTerdapat sebuah hadis Qudsi yg menjelaskan bahawa air laut 3 kali meminta izin kepada Allah untuk menghabiskan seluruh manusia di muka bumi ini. Tapi Allah menjawab jangan Laut 3 Kali Sehari Minta Izin Allah Musnahkan ManusiaHadits ini dikeluarkan oleh Imam Ahmad di dalam Musnadnya, yang bunyinyaلَيْسَ مِنْ لَيْلَةٍ إِلاَّ وَالْبَحْرُ يُشْرِفُ فِيهَا ثَلاَثَ مَرَّاتٍ عَلَى الأَرْضِ يَسْتَأْذِنُ اللَّهَ فِى أَنْ يَنْفَضِخَ عَلَيْهِمْ فَيَكُفُّهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ Tidak ada satu malam kecuali air laut melihat ke bumi yang dekat dengannya tiga kali, dia meminta izin kepada Allah untuk menenggelamkan penduduknya iaitu kerana dosa-dosa, maka Allah menahannya sebagai rahmat dari AllahAir Laut 3 Kali Sehari Minta Izin Allah Musnahkan ManusiaMenurut Syekh Ali Jaber, air laut meminta sama Allah untuk menenggelamkan seluruh manusia sampai 3 kali sehari, lantaran air laut sudah terlalu sakit hati dengan perbuatan manusiaHal sedemikian terjadi kerana, air laut benar - benar kecewa dengan manusia kerana ramai manusia sengaja melakukan pelbagai macam maksiat, baik kaum adam mahupun hawa. sumber myteamnetworkBacalah Doa Mustajab Ini Apabila Hendak Keluar Rumah, Samaada Ada Tujuan Atau Sebaliknya Featured Post
MEMBAHAS masalah ini, perlu kiranya dilakukan secara lengkap. Tidak hanya sisi sanadnya saja, akan tetapi juga dari sisi hukum boleh tidaknya mengutip atau menyampaikannya dalam rangka memberikan tarhib menakut-nakuti. Jika kita hanya membeberkan dari sisi sanadnya saja, ada kesan seolah orang yang mengutip atau menyampaikannya tersalah. Padahal belum tentu demikian. Yang kami saksikan, sebagian da’i baru membahas dari sisi pertama saja, belum dilanjutkan kepada sisi kedua. Dua pembahasan ini sebenarnya bisa dikatakan satu paket’. Jika sampaikan beriringan komplit, insya Allah akan memberikan pecerahan yang sempurna kepada umat. Imam Ahmad telah meriwayatkan dalam “Musnad”-nya , dari Umar bin Al-Khathab –radhiallahu anhu- beliau berkata, Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda لَيْسَ مِنْ لَيْلَةٍ إِلَّا وَالْبَحْرُ يُشْرِفُ فِيهَا ثَلاثَ مَرَّاتٍ عَلَى الْأَرْضِ، يَسْتَأْذِنُ اللهَ فِي أَنْ يَنْفَضِخَ عَلَيْهِمْ، فَيَكُفُّهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ “Tidak ada satu malam-pun, kecuali di dalamnya lautan mendekat ke bumi tiga kali, meminta ijin kepada Allah untuk membanjiri/menenggelamkan mereka. Maka Allah -Azza wa Jalla- menahannya.” [Musnad 303/1/395] BACA JUGA Bagaimana Cara Menyikapi Hadits yang Berbeda-beda? Hadits ini, secara sanad dhaif lemah. Ada beberapa sisi kelemahannya, yaitu 1. Guru Al-Awwam bin Hausyab seorang rawi yang majhul tidak diketahui, 2. Abu Shalih maula Umar bin Al-Khathab juga majhul tidak diketahui. simak Tahqiqul Musnad oleh Syaikh Syu’aib Al-Arnauth –rahimahullah- 1/395 penerbit Muassasah Ar-Risalah tahun 1412 H. Jika kita telah ketahui, bahwa hadits di atas lemah, kita akan lanjutkan ke masalah yang kedua, yaitu bolehkah menyampaikan atau mengutip hadits ini dalam bab tarhib menakut-nakuti ? Jumhur ulama’ mayoritas ulama’ berpendapat bolehnya menyampaikan atau mengamalkan hadits dhaif lemah dalam bab zuhud, raqaiq, targhib dan tarhib, adab, keutamaan amalan, hukuman, dan yang semakna dengan hal ini. Adapun dalam bab selain itu, seperti dalam perkara hukum halal-haram dan masalah aqidah, maka tidak diperbolehkan. Hal ini bisa kita saksikan dari tindakan para imam ahli hadits dimana mereka tidak menyaratkan keshahihan atau kehasanan di dalam kitab-kitab dan riwayat-riwayat mereka dalam pembahasan adab, zuhud dan yang serupa dengan hal itu. Bahkan mereka mengeluarkan di dalam kitab-kitab tersebut hadits-hadits lemah yang cukup banyak. Sebagaimana hal itu dapat disaksikan dalam kitab “Az-Zuhud” karya Imam Ahmad, kitab “Az-Zuhud wa Ar-Raqoiq” karnya Imam Abdullah bin Al-Mubarok –rahimahumallohu Ta’ala- serta kitab-kitab yang banyak dari selain keduanya. Dalam “Shahih Al-Bukhari”, Imam Al-Bukhari begitu ketat dalam periwayatan hadits-hadits hukum dan aqidah. Tidaklah beliau menyebutkan di dalamnya kecuali hadits-hadits shahih saja. Namun tidak begitu dalam kitab “Al-Adabul Mufrad”. Beliau menyebutkan sejumlah hadits-hadits dhaif di dalamnya. Karena kitab ini berbicara dalam masalah adab. Hadits-hadits dhaif itu-pun beliau buatkan judul bab yang merupakan hasil istimbath beliau darinya. Imam An-Nawawi –rahimahullah- wafat 676 H berkata قَالَ الْعُلَمَاءُ الْحَدِيثُ ثَلَاثَةُ أَقْسَامٍ صَحِيحٌ وَحَسَنٌ وَضَعِيفٌ قَالُوا وَإِنَّمَا يَجُوزُ الِاحْتِجَاجُ مِنْ الْحَدِيثِ فِي الْأَحْكَامِ بِالْحَدِيثِ الصَّحِيحِ أَوْ الْحَسَنِ فَأَمَّا الضَّعِيفُ فَلَا يَجُوزُ الِاحْتِجَاجُ بِهِ فِي الْأَحْكَامِ وَالْعَقَائِدِ وَتَجُوزُ رِوَايَتُهُ وَالْعَمَلُ بِهِ فِي غَيْرِ الْأَحْكَامِ كَالْقَصَصِ وَفَضَائِلِ الْأَعْمَالِ وَالتَّرْغِيبِ وَالتَّرْهِيبِ “Para ulama’ menyatakan, hadits ada tiga macam shahih, hasan, dan dhaif lemah. Mereka berkata Berhujjah dalam masalah hukum-hukum hanyalah dibolehkan dengan hadits shahih atau hasan. Adapun hadits dhaif, maka tidak boleh dipakai berhujjah dalam masalah hukum dan aqidah. Akan tetapi BOLEH untuk meriwayatkan dan mengamalkannya pada selain masalah hukum-hukum seperti kisah-kisah, fadhailul a’mal keutamaan amalan, targhib pemberian dorongan, dan tarhib pemberian ancaman/untuk menakut-nakuti.” [Majum’ Syarhul Muhadzdzab 1/59]. Bahkan dalam halaman lain, beliau –rahimahullah- menukil adanya ittifaq kesepatakan ulama akan bolehnya hal ini. Beliau berkata وقد قدمنا اتِّفَاقَ الْعُلَمَاءِ عَلَى الْعَمَلِ بِالْحَدِيثِ الضَّعِيفِ فِي فَضَائِلِ الْأَعْمَالِ دُونَ الْحَلَالِ وَالْحَرَامِ “Sungguh kami telah kemukakan kesepakatan ulama’ akan bolehnya beramal dengan hadits dhaif lemah dalam bab fadhailul a’mal keutamaan amalan, tanpa adanya pembolehan dalam masalah halal dan haram.”[ Majum’ Syarhul Muhadzdzab 3/248]. Syaikh Muhaddits Abdul Fattah Abu Guddah -rahimahullah- berkata “Imam Al-Khathib Al-Baghdadi –rahimahullah- telah meriiwayatkan dalam kitab “Al-Kifayah” dengan sanadnya dari Imam Ahmad bin Hambal –rahimahullah-, sesungguhnnya beliau berkata “Apabila kami meriwayatkan dari Rosulullah –shollallahu alaihi wa sallam- dalam bab halal dan haram, dalam sunah-sunah dan hukum-hukum, maka kami sangat ketat dalam masalah sanad-sanadnya. Tapi apabila kami meriwayatkan dari Nabi –shollallahu alaihi wa sallam- dalam fadhoilul a’mal keutamaan amalan-amalan, dan dalam apa yang tidak meletakkan suatu hukum serta tidak mengangkat suatu hukum, maka bermudah-mudah dalam sanad-sanadnya.” Al-Baihaqi telah meriwayatkan dalam “Al-Madkhal Lid Dalailun Nubuwah” dengan sanadnya dari Imam Abdurrahman bin Mahdi, sesungguhnya beliau berkata “Apabila kami meriwayatkan dari masalah pahala, hukuman, dan keutamaan amalan-amalan, kami bermudah-mudah dalam sanad-sanadnya dan memberikan toleransi dalam rawi-rawinya. Tapi jika kami meriwayatkan dalam masalah halal dan haram serta dalam masalah hukum-hukum, maka sangat ketat dalam masalah sanadnya dan kami saring benar rawi-rawinya.” [Syaikh Muhaddits Abdul Fattah Abu Guddah dalam “taqdim” beliau kepada kitab “Al-Adabul Mufrad”]. BACA JUGA Menghukumi Hadits, Siapakah yang Layak Melakukannya? شَرْطُ الْعَمَلِ بِالْحَدِيثِ الضَّعِيفِ فِي فَضَائِلِ الْأَعْمَالِ أَنْ لَا يَكُونَ شَدِيدَ الضَّعْفِ، وَأَنْ يَدْخُلَ تَحْتَ أَصْلٍ عَامٍّ، وَأَنْ لَا يُعْتَقَدَ سُنِّيَّتُهُ بِذَلِكَ الْحَدِيثِ Menurut Al-Khathib Asy-Syirbini –rahimahullah-, syarat mengamalkan hadits dhaif dalam fadhailul a’mal ada tiga 1. Kelemahannya tidak parah, 2. Masuk di bawah asal/induk dalil yang bersifat umum, 3. Tidak menyakini akan kesunnahannya dengan hadits dhaif tersebut. [ Mughni Muhtaj 1/194 ]. Selain imam Ahmad, hadits ini juga dikutip oleh Imam Ibnu Katsir dalam tafsir-nya ketika menjelaskan firman Allah dalam surat “Ath-Thur” ayat 6 Tafsir Ibnu Katsir 7/400]. Dengan demikian, mengutip atau menyampaikan hadits di atas dalam rangka untuk memberikan tarhib kepada manusia merupakan perkara yang diperbolehkan. Sehingga menurut hemat kami, menyalahkan secara sepihak orang-orang yang menyampaikannya apalagi diiringi dengan kalimat-kalimat ejekan seperti “bodoh”, atau “tukang dongeng”, atau yang semisalnya merupakan perkara yang tidak pantas. Karena konsekwensi ucapan ini, juga akan mengenai para imam, seperti imam Ahmad, Ibnu katsir, dan selainnya. Semoga Allah memberikan taufiq kepada kita sekalian. [] Facebook Abdullah Al Jirani
Dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya no. 17508,حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ، وَيَحْيَى بْنُ أَبِي بُكَيْرٍ، قَالَا حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ حُبْشِيِّ بْنِ جُنَادَةَ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ، فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ»Yahya bin Adam dan Yahya bin Abi Bukair menuturkan kepada kami, mereka berdua mengatakan, Israil menuturkan kepada kami, dari Abu Ishaq, dari Hubsyi bin Junadah radhiallahu’anhu, ia berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Barangsiapa yang meminta-minta padahal ia tidak fakir maka seakan-seakan ia memakan bara api”.Dikeluarkan juga oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya no. 2446, Ath-Thahawi dalam Syarah Ma’anil Atsar no. 3021, dan Ath-Thabrani dalam Mu’jam Al-Kabir no. 3506, semuanya dari jalan penjelasan tentang hadits larangan haditsFaidah haditsDerajat haditsRiwayat ini lemah karena terdapat Abu Ishaq Amr bin Abdillah bin Ubaid As -Sabi’i Al-Kufi. Ibnu Hajar mengatakan “Ia tsiqah, banyak riwayatnya, ahli ibadah, namun mukhtalith di akhir usianya”. Adz-Dzahabi mengatakan “Ia tsiqah, namun berubah hafalannya menjadi buruk ketika di masa tua yaitu masa-masa sebelum wafatnya”.Namun Abu Ishaq di-mutaba’ah oleh Asy-Sya’bi dalam riwayat yang dikeluarkan oleh Ath-Thabrani dalam Mu’jam Al-Kabir no. 3504,حَدَّثَنَا عُبَيْدُ بْنُ غَنَّامٍ، ثنا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، ح وَحَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ، ثنا ابْنُ الْأَصْبَهَانِيِّ، قَالَا ثنا عَبْدُ الرَّحِيمِ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ مُجَالِدٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ حَبَشِيِّ بْنِ جُنَادَةَ، قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ وَاقِفٌ بِعَرَفَةَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ وَأَتَى أَعْرَابِيٌّ فَأَخَذَ بِطَرَفِ رِدَائِهِ وَسَأَلَهُ إِيَّاهُ فَأَعْطَاهُ، فَذَهَبَ بِهِ فَعِنْدَ ذَلِكَ حُرِّمَتِ الْمَسْأَلَةُ، قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَحِلُّ الصَّدَقَةُ لِغَنِيٍّ وَلَا لِذِي مِرَّةٍ سَوِيٍّ، إِلَّا فِي فَقْرٍ مُدْقِعٍ، أَوْ غُرْمٍ مُفْظِعٍ» ، وَقَالَ مَنْ سَأَلَ النَّاسَ لِيُثْرِيَ مَالَهُ كَانَ خُمُوشًا فِي وَجْهِهِ وَرَضْفًا يَأْكُلُهُ مِنْ جَهَنَّمَ، فَمَنْ شَاءَ فَلْيُقِلَّ، وَمَنْ شَاءَ فَلْيُكْثِرْ»Ubaid bin Ghannam menuturkan kepadaku, Abu Bakr bin Abi Syaibah menuturkan kepadaku, juga Ali bin Abdil Aziz menuturkan kepadaku, Ibnu Al-Ashbahan menuturkan kepadaku. Keduanya Abu Bakr bin Abi Syaibah dan Ibnu Al-Ashbahan mengatakan Abdurrahim bin Sulaiman menuturkan kepadaku, dari Mujalid, dari Asy-Sya’bi, dari Hubsyi bin Junadah, ia berkata Aku mendengar Nabi shallallahu alaihi wasallam berkhutbah di Arafah pada haji wada’, lalu datang seorang badui yang tiba-tiba menarik ujung selendang Nabi dan memintanya, maka Nabi pun memberikan selendang itu kepadanya, lalu orang badui itu pun pergi. Dan ketika itulah mulai diharamkan meminta-minta. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Tidak halal menerima sedekah bagi orang yang kaya juga bagi orang yang punya kemampuan untuk bekerja, kecuali orang fakir yang sangat sengsara atau orang yang punya tunggakan hutang dan sangat kesulitan membayarnya”. Beliau juga bersabda “Barangsiapa yang meminta-minta kepada orang lain untuk menumpuk harta maka pada hari kiamat akan ada cakaran di wajahnya dan akan memakan batu panas dari neraka jahanam. Maka silakan pilih sendiri, kurangilah meminta-minta atau perbanyaklah”.Riwayat ini sendiri lemah karena terdapat Mujalid. Ibnu Hajar mengatakan “Laysa bi qawiy, hafalannya berubah di akhir usianya”. Ad-Daruquthni mengatakan “Ia tidak dianggap haditsnya”. Yahya bin Ma’in mengatakan “Haditsnya bukan hujjah”. Al-Bukhari mengatakan “Shaduq”. Ibnu Hibban mengatakan “Tidak boleh berhujjah dengannya”. Namun riwayat ini bisa menjadi i’ Ishaq di-mutaba’ah oleh Asy-Sya’bi dalam riwayat lain yang dikeluarkan oleh Ath-Thabrani dalam Mu’jam Al-Kabir no. 3505,حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ الْحَضْرَمِيُّ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ الْحَسَنِ بْنِ شَقِيقٍ، ثنا أَبِي، ثنا أَبُو حَمْزَةَ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ حَبَشِيِّ بْنِ جُنَادَةَ السَّلُولِيِّ، قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ سَأَلَ النَّاسَ فِي غَيْرِ مُصِيبَةِ حَاجَتِهِ فَكَأَنَّمَا يَلْتَقِمُ الرَّضْفَةَ»Muhammad bin Abdillah Al-Hadhrami menuturkan kepadaku, Muhammad bin Ali bin Al-Hasan bin Syaqiq menuturkan kepadaku, ayahku Ali bin Al-Hasan bin Syaqiq menuturkan kepadaku, Abu Hamzah menuturkan kepadaku, dari Asy-Sya’bi, dari Hubsyi bin Junadah As-Saluli, ia berkata Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Barangsiapa yang meminta-minta kepada orang lain padahal ia tidak sedang dalam kebutuhan mendesak disebabkan musibah yang ia derita, maka seakan-seakan ia memakan bara api”.Riwayat ini sendiri juga lemah, karena terdapat Abu Hamzah yaitu Tsabit bin Abi Shafiyyah. Imam Ahmad berkata “Dha’iful hadits, laysa bisya’in”. Yahya bin Ma’in mengatakan “Laysa bisya’in”. Abu Zur’ah mengatakan “Layyin”. Abu Hatim mengatakan “Haditsnya lemah, ditulis haditsnya namun bukan hujjah”. Adz-Dzahabi mengatakan “Para ulama melemahkannya”. Ibnu Hajar mengatakan “lLmah, seorang rafidhah”. Namun riwayat ini masih bisa menjadi i’ di sini dari keseluruhan riwayat yang ada, hadits Hubsyi bin Junadah ini statusnya hasan, karena riwayat-riwayatnya saling jalan dari sahabat Wahb bin Khanbasy Ath-Tha’i radhiyallahu anhu. Dikeluarkan oleh Ath-Thahawi dalam Syarah Ma’anil Atsar no. 3020,حَدَّثَنَا أَبُو أُمَيَّةَ , قَالَ ثنا الْمُعَلَّى بْنُ مَنْصُورٍ , قَالَ أَخْبَرَنِي يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ , قَالَ أَخْبَرَنِي مُجَالِدٌ , عَنِ الشَّعْبِيِّ , عَنْ وَهْبٍ , قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ وَاقِفٌ بِعَرَفَةَ , فَسَأَلَهُ رِدَاءَهُ , فَأَعْطَاهُ إِيَّاهُ , فَذَهَبَ بِهِ , ثُمَّ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْمَسْأَلَةَ لَا تَحِلُّ إِلَّا مِنْ مُدْقِعٍ أَوْ غُرْمٍ مُفْظِعٍ , وَمَنْ سَأَلَ النَّاسَ لِيُثْرِيَ بِهِ لَهُ , فَإِنَّهُ خُمُوشٌ فِي وَجْهِهِ , وَرَضْفٌ يَأْكُلُهُ مِنْ جَهَنَّمَ , إِنْ قَلِيلًا فَقَلِيلٌ , وَإِنْ كَثِيرًا فَكَثِيرٌ»Abu Umayyah menuturkan kepadaku, ia berkata Al-Mu’alla bin Masnhur menuturkan kepadaku, ia berkata Yahya bin Sa’id menuturkan kepadaku, ia berkata Mujalid mengabarkan kepadaku, dari Asy-Sya’bi, dari Wahb, ia berkata Seorang lelaki datang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam saat beliau sedang berdiri di Arafah. Orang tersebut meminta selendang Nabi dan beliau pun memberikannya. Orang tersebut lalu pergi. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam lalu bersabda “Tidak halal meminta-minta kecuali bagi orang fakir yang sangat sengsara atau orang yang punya tunggakan hutang dan sangat kesulitan membayarnya. Barangsiapa yang meminta-minta kepada orang lain untuk menumpuk harta maka pada hari kiamat akan ada cakaran di wajahnya dan akan memakan batu panas dari neraka jahanam. Jika ia meminta-minta hanya sedikit, maka sedikit pula azab yang ia terima, jika ia meminta-minta banyak maka banyak pula azab yang ia terima”.Riwayat ini juga lemah karena terdapat Mujalid, namun bisa menjadi syahid yang menguatkan, sehingga hadits di atas dengan keseluruhan jalannya, statusnya menjadi shahih Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid 3/99 mengatakan “hadits ini perawinya adalah perawi Ash Shahih”. Syaikh Muqbil Al Wadi’i dalam Shahih Al Musnad 298 mengatakan “hadits ini shahih”. Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib 802 mengatakan hadits ini shahih li Juga Profesi PengemisFaidah haditsMeminta-minta hukum asalnya terlarang. Banyak sekali dalil yang menunjukkan larangan hal ini, diantaranyaمَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ“Barangsiapa meminta-minta kepada orang lain dengan tujuan untuk memperbanyak kekayaannya, sesungguhnya ia telah meminta bara api; terserah kepadanya, apakah ia akan mengumpulkan sedikit atau memperbanyaknya” HR. Muslim no. 1041.Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabdaلَأَنْ يَغْدُوَ أَحَدُكُمْ، فَيَحْطِبَ عَلَى ظَهْرِهِ، فَيَتَصَدَّقَ بِهِ وَيَسْتَغْنِيَ بِهِ مِنَ النَّاسِ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ رَجُلًا، أَعْطَاهُ أَوْ مَنَعَهُ ذَلِكَ، فَإِنَّ الْيَدَ الْعُلْيَا أَفْضَلُ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ“Jika salah seorang di antara kalian pergi di pagi hari lalu mencari kayu bakar yang di panggul di punggungnya lalu menjualnya, kemudian bersedekah dengan hasilnya dan merasa cukup dari apa yang ada di tangan orang lain, maka itu lebih baik baginya daripada ia meminta-minta kepada orang lain, baik mereka memberi ataupun tidak, karena tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Dan mulailah dengan menafkahi orang yang engkau tanggung” HR. Bukhari no. 2075, Muslim no. 1042.Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabdaمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِىَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِى وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ“Seseorang yang selalu meminta-minta kepada orang lain, di hari kiamat ia akan menghadap Allah dalam keadaan tidak sekerat daging sama sekali di wajahnya” HR. Bukhari no. 1474, Muslim no. 1040 .Dari Auf bin Malik Al-Asyja’i beliau berkata,قَدْ بَايَعْنَاكَ يَا رَسُولَ اللهِ، فَعَلَامَ نُبَايِعُكَ؟ قَالَ عَلَى أَنْ تَعْبُدُوا اللهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَالصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ، وَتُطِيعُوا – وَأَسَرَّ كَلِمَةً خَفِيَّةً – وَلَا تَسْأَلُوا النَّاسَ شَيْئًا»“Kami telah berbai’at kepadamu wahai Rasulullah, namun apa saja perjanjian yang wajib kami pegang dalam bai’at ini? Rasulullah bersabda Wajib bagi kalian untuk menyembah kepada Allah semata dan tidak berbuat syirik kepada Allah sedikitpun, mengerjakan shalat lima waktu, taat kepada pemimpin, lalu beliau melirihkan perkataannya dan tidak meminta-meminta kepada orang lain sedikit pun” HR. Muslim no. 1043.Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabdaإِنْ الْمَسْأَلَةَ كَدٌّ يَكُدُّ بِهَا الرَّجُلُ وَجْهَهُ إِلَّا أَنْ يَسْأَلَ الرَّجُلُ سُلْطَانًا أَوْ فِي أَمْرٍ لَا بُدَّ مِنْهُ“Sesungguhnya, meminta-minta itu adalah topeng yang dikenakan seseorang pada dirinya sendiri, kecuali bila seseorang meminta kepada penguasa atau karena keadaan yang sangat memaksa” HR. At-Tirmidzi no. 681, ia berkata “hasan shahih”.Dibolehkan seseorang meminta-minta kepada orang lain jika dalam keadaan fakir dan darurat sebagaimana ditegaskan dalam hadits sepakat akan haramnya meminta-minta jika tidak dalam keadaan darurat. An-Nawawi ketika menjelaskan bab “An-Nahyu anil Mas’alah” larangan meminta-minta beliau mengatakanمَقْصُودُ الْبَابِ وَأَحَادِيثِهِ النَّهْيُ عَنِ السُّؤَالِ وَاتَّفَقَ الْعُلَمَاءُ عَلَيْهِ إِذَا لَمْ تَكُنْ ضَرُورَةٌ“Maksud dari bab ini dan hadits-hadits yang ada di dalamnya adalah larangan meminta-minta. Ulama sepakat hukumnya terlarang jika tidak dalam keadaan darurat” Syarah Shahih Muslim, 7/127.Meminta-minta dalam keadaan tidak fakir dan tidak darurat, termasuk dosa besar, karena diancam dengan azab di dalam keadaan darurat, namun tidak fakir dan mampu bekerja, ulama berselisih pendapat mengenai hukumnya. An-Nawawi menjelaskanأَصْحَابُنَا فِي مَسْأَلَةِ الْقَادِرِ عَلَى الْكَسْبِ عَلَى وَجْهَيْنِ أَصَحُّهُمَا أَنَّهَا حَرَامٌ لِظَاهِرِ الْأَحَادِيثِ وَالثَّانِي حَلَالٌ مَعَ الْكَرَاهَةِ بِثَلَاثِ شُرُوطٍ أَنْ لَا يُذِلَّ نَفْسَهُ وَلَا يُلِحَّ فِي السُّؤَالِ وَلَا يُؤْذِيَ المسؤول فَإِنْ فُقِدَ أَحَدُ هَذِهِ الشُّرُوطِ فَهِيَ حَرَامٌ بِالِاتِّفَاقِ وَاللَّهُ أَعْلَمُ“Para ulama berselisih pendapat mengenai hukum meminta-minta bagi orang yang mampu bekerja, dalam dua pendapat. Pendapat yang lebih tepat, hukumnya haram, berdasarkan zahir hadits-hadits yang ada. Pendapat yang kedua, hukumnya boleh namun disertai kemakruhan, jika memenuhi tiga syarat [1] tidak menghinakan dirinya, [2] tidak memaksa ketika meminta, dan [3] tidak memberikan gangguan kepada orang yang dimintai. Jika salah satu syarat ini tidak dipenuhi, maka hukumnya menjadi haram dengan sepakat ulama. Wallahu a’lam” Syarah Shahih Muslim, 7/127.Meminta-minta untuk memperkaya diri itu perbuatan tercela. Al-Aini mengatakanمن سَأَلَ النَّاس لأجل التكثر فَهُوَ مَذْمُوم“Barangsiapa yang meminta-minta kepada orang lain untuk memperkaya diri itu tercela” Umdatul Qari, 9/56.Baca Juga Hukum Meminta-Minta di Dalam Masjid***Penulis Yulian Purnama Artikel
bumi meminta izin kepada allah